Wanita berjilbab hitam itu duduk di bawah bangunan beton berukuran lebih kurang 4 x 8 meter itu.Jari – jarinya sangat lincah menganyam per helai daun pandan yang telah dijadikan sebagai bahan tikar.
Diruang itu ada beberapa tikar anyaman pandan yang telah siap dikerjakan. Ukurannya beragam ada yang lebar dan juga yang kecil atau dalam bahasa Aceh ‘Tika Duek’ ukurannya cukup untuk duduk orang dewasa saja. Selain Tikar ada beberapa pajangan karya lain seperti pakaian, Bordiran, Jilbab, selendang , ‘kupiyah Meukutop’, dan beberapa karya tradisional Aceh lainnya
Oh Ya, wanita tadi adalah Ratna salah satu owner Kerajinan Ratna yang terletak di Seneubok Pidie kecamatan Peureulak. Untuk mencari tempat usahanya tidak sulit, hanya 400 meter dari Lintas trans Medan- Banda Aceh simpang Seneubok Pidie. Sebelah kiri jika didahului dari arah Banda Aceh.
Kepada kami, Ratna bercerita bahwa Anyaman pandan karya kerajinan tangan Ratna asal Seneubok Pidie Kecamatan Perlak ini ternyata sudah masuk pasar internasional yaitu Belanda. Namun terkendala bahan baku membuat usahanya terkendala ekspor ke Negeri Kincir Angin itu.
Anyaman pandan, seperti tikar salah satu produk Ratna yang sudah dilirik pasar internasional. Material daun pandan yang dianyam berkualitas lembut. Ratna sendiri mengakui punya pandan khusus yang ia budidaya.
Menganyam selembar tikar butuh waktu 2 hingga 4 hari. Prosesnya panjang Pertama, pekerja mulai memilih daun pandan yang kualitas bagus, prosesnya pertama dijemur hingga benar benar kering. Ini membutuhkan waktu jemur yang lama tergantung cuaca hujan atau tidak.
Setelah dijemur proses perendaman dengan air panas dan air warna yang sesuai permintaan warna orderan. Setelah direndam kemudian kembali dijemur hingga kering. Setelah itu proses anyaman mulai dilakukan oleh pekerja.
Proses bahan bakunya lama. Apalagi tergantung cuaca. Jika hujan terpaksa kita off. Solusinya harus ada mesin pengering. Dan ini itu kita belum punya,” ujar Ratna yang mengakui telah memulai usahanya sejak tahun 2017 itu
Karena terkendala itu lah, Ratna belum bisa menyetok anyaman dengan banyak. Pasar Belanda memintanya mengirim dalam skala besar 5000 PSC sekali Eskpor.
Anyaman pandan sendiri tidak bisa di anyam dengan mesin. Ini harus dilakukan secara tradisional dan manual oleh pengrajin dengan teliti dan rapi.
“Material sebagai sampel pertama sudah kita kirim ke Belanda. Hasil uji bahannya, Alhmdulillah bisa digunakan oleh konsumen di Belanda. kemudian kita diminta sekali ekspor 5000 pcs. Disitulah kendala kita,” tandas Ratna.
Pernah ia mengumpulkan sejumlah anyaman tikar dari sejumlah pengrajin di Aceh, namun relasi bisnisnya dari Belanda itu menolak. “Mereka mau bahan yang dari sampel pertama kita kirim. Saat itu lah kita semakin terkendala sehingga kita putuskan tidak memiliki stock untuk ekspor dalam skala banyak,” kata Ratna.
Ratna telah menjalankan usahanya selama 7 tahun. Lika – liku tentunya telah dilewatinya. Namun berkat dukungan suami dan kerja tim usahanya itu masih berdiri kokoh sampai sekarang.
Perlembar anyaman pandan itu dibandrol mulai 25.000 sampai 3 jutaan. Tergantung pesanan. Ratna telah memiliki banyak karyawan. Ia sembari bekerja juga membuka pelatihan- pelatihan kepada karyawannya.
“Sembari bekerja Mereka kami latih agar karir mereka lebih berkompeten lagi. Kita ingin mereka bukan sekedar bekerja tapi mereka bisa punya produk sendiri,” kata Pendiri LKP KJ Ratna itu.
Disinggung mengenai pemasaran selama ini, Ratna hanya mengandalkan acara pameran – pameran baik yang digelar oleh Pemerintah atau BUMN. Rata- rata setiap ada pameran anyaman pandannya itu laris manis.
Selain pasar pameran, Ratna juga telah berselancar di pasar Digital. Ia memanfaatkan platform media sosial, Tik tok, Instagram untuk menjual karyanya itu.
Meskipun belum sanggup memenuhi pasar internasional Ratna masih optimis untuk melanjutkan usahanya itu. Namun ia masih berharap perhatian pemerintah agar karya tangannya itu bisa menembus pasar mancanegara.
Maulana Amri, M. Sos